ࡱ> $'!"#!hbjbj!n__5M'''''4'''h(9*';b**(***=,Z,,$S^9',=,=,,,''**HQQQQQQ,'*'*QQ,QQQQv~ nHFJ 0;PF~'~ ,,QQ,,,,,Pp,,,;,,,,,,,,,,,,,W G&:!E. Landasan Aksiologis Ilmu Keolahragaan Krisis nilai dalam olahraga, hampir setiap saat diberitakan media massa secara beragam, khususnya di perhelatan pertandingan-pertandingan berskala besar dan bergengsi seperti PON hingga Olimpiade XE "Olimpiade"  XE "olimpiade" , mulai dari penggunaan doping, jual beli informasi pelatihan antar klub, bahkan sabotase perangkat komunikasi atlet dalam rangka psy war. Contoh-contoh itu belum termasuk apa yang dilakukan suporter, manajer/organisasi cabang olahraga, atau bahkan sponsor klub/pertandingan. Laporan riset dari Lumpkin, Stoll, dan Beller bahkan mengindikasikan bahwa semakin lama atlet ada di olahraga kompetitif, semakin menurun perilaku etis dan nilai moralnya. DeSensi dan Rosenberg bahkan melaporkan beberapa profesional yang masuk dalam pusaran bidang olahraga, semakin menunjukkan minat terhadap kebutuhan memahami nilai-nilai moral secara personal sebagaimana di dunia kerja mereka. Hal ini penting, karena individu-individu praktisi olahraga selalu memeriksa apa yang mereka nilai dan kemudian mendemonstrasikannya dalam setiap keputusan dan tindakannya. Apabila mereka menilai kelaziman nilai koruptif di dunia kerja mereka, maka merekapun sangat berpeluang juga mendemonstrasikan tindakan dan keputusan untuk korupsi (Lumpkin dan Cuneen, 2001: 40). Secara sosio-ekonomi, olahraga merupakan magnet bagi industri bermilyar-milyar dolar. Sebagian besar berputar di olahraga prestasi/kompetitif, namun juga tidak sedikit dana sponsorship yang bergerak di olahraga rekreatif maupun pendidikan. Prinsip anda menjual, kami membeli, menjadi tak terelakkan. Logika ekonomipun merasuk dan bahkan mengikat insan-insan olahraga dalam berbagai tingkatan situasi dan kondisi. Ibarat produsen, insan-insan olahraga memproduksi dan menjual item dagangan dengan kualitas dan kemasan yang fungsi dan nilai prestisenya layak dihargai sejumlah tertentu oleh konsumen (misalnya penonton). Konsumen sendiri juga membutuhkan dan sekaligus menuntut bagus dari apa yang dibelinya. Apalagi jika yang bermain XE "Bermain"  XE "bermain"  di situ pihak sponsor, tentu ada keuntungan yang didapat sponsor dari dana yang digelontorkan ke insan-insan olahraga. Bisa jadi, atlet elit dunia, dalam pertandingan (bahkan kadang-kadang di luar pertandingan), sejak dari kuku kaki sampai dengan rambut di atas kepala, ada trade mark sponsorship. Selain profesionalitas keatletan dengan peak performance di lapangan, perilaku, gaya hidup, selebrasi, hingga gosip kehidupan pribadipun menjadi pertaruhan kemagnetan seorang atlet bagi sponsorship atau manajemen dengan penawaran tertinggi. Inilah kapitalisme olahraga yang luar biasa fenomenal, tak hanya tentang sisi positif yang menginspirasi totalitas penampilan puncak, namun juga pertaruhan masalah nilai-nilai, yang terkadang menyerobot masalah keyakinan. Randolph Feezell (1995: 94) menyatakan kandungan nilai intrinsik olahraga, setidaknya bisa dilihat dalam dua hal utama. Pertama, olahraga memberi peluang bagi pelakunya suatu pengalaman yang secara intrinsik menarik, dan ini lebih bernuansa estetis. Kedua, olahraga juga memberikan makna yang secara eksistensial bernilai sebagai pencarian makna hidup. Senada dengan Feezel, Magdalinski juga menggarisbawahi karakter aksiologis olahraga ini. Olahraga dianggapnya sebagai aktivitas penangkal dunia rasional modern melalui idealitas fair play, peremajaan fisik, dan keseimbangan tubuh dan jiwa. Hal-hal tersebut ditengarai Magdalinski (2009: 2) telah membangun fenomena olahraga lebih dari sekedar aktivitas fisik dan dipercaya menjadi pengejawantahan filsafat yang menawarkan partisipannya pada kesempatan untuk belajar karakterisitik positif dan sangat perlu yang dapat diadaptasikan dari kehidupan nyata. Atas dasar hal ini, atlet diasumsikan membawakan kualitas kejujuran, kesabaran, ketekunan, kerja keras, dedikasi, integritas, dan pengorbanan yang dengan itu para atlet dipuji masyarakat dan dianggap sebagai model-model teladan bagi para remaja. Pada dasarnya pengalaman berolahraga (baik itu yang dilakukan atlet elit, amatir, maupun yang sambil lalu) dianggap merefleksikan roh yang mementingkan partisipasi di atas kemenangan, persahabatan di atas kompetisi, dan lebih dari itu, nilai prestasi berolahraga tidak terletak pada hasil kuantitatifnya, melainkan pada makna-makna kualitatifnya. Dimensi aksiologis olahraga sesuai dengan dasar filosofinya berdayaguna dan multiguna untuk menumbuhkembangkan karaker yang mulia. Oleh karena itu, olahraga merupakan wahana yang efektif dan strategis dalam menciptakan masyarakat yang berkepribadian luhur dan madani (Sumaryanto, dkk, 2011: 29).. Filsafat pribadi XE "Filsafat pribadi"  XE "filsafat pribadi" , lazimnya membiasakan diri berubah sebagaimana dibentuk melalui pengalaman-pengalaman. Setiap orang belajar dan mengembangkan moralitasnya melalui proses yang dipengaruhi lingkungan, mengonstruksi sikap, kepercayaan, dan nilai individual berdasarkan pemahaman moral ini. Pengetahuan, perasaan, dan tindakan moral merupakan komponen-komponen yang membentuk karakter yang baik. Penalaran moral merupakan aktivitas problem-solving yang digunakan individu dalam pengembangan dan penajaman filsafat pribadinya (Lumpkin dan Cuneen, 2001: 40). Beberapa pemikir berpendapat bahwa respon terhadap dilema moral (khususnya dalam olahraga) adalah situasional, sehingga bisa berbeda-beda tergantung level olahraga (jenis maupun prestisenya). Untuk menentukan nilai apa yang perlu atau tidak perlu diresapkan dengan standar tertentu, salah satu langkahnya adalah dengan memeriksa teori-teori filsafat untuk dihubungkan dengan preferensi kebenaran yang dianut dan bagaimana hal ini mempengaruhi penilaian/tindakan moralnya. Sungguh, diperlukan wawasan filsafat pribadi yang tepat di setiap individu praktisi olahraga (Lumpkin dan Cuneen, 2001: 42). Penulis menggarisbawahi pentingnya wawasan filsafat pribadi bagi praktisi olahraga. Olahraga sangat mampu membentuk karakter dan mendidik moral. Preferensi nilai yang diafirmasi di lingkungannya cenderung merembes ke preferensi-preferensi keputusan berkonsekuensi moral dari seseorang (mulai dari lingkungan rumah, tempat kerja, hingga klub olahraga yang diikuti). Olahraga elit modern merupakan sistem yang terdiri dari beberapa unsur, di mana masing-masing unsur tersebut secara individual mempengaruhi dan dipengaruhi oleh sistem. Young menyebutkan setidaknya ada delapan unsur dalam olahraga elit modern: 1) atlet; 2) pelatih; 3) personel medis dan penyedia perlengkapan; 4) ilmu, teknologi; 5) pimpinan, organisasi; 6) sponsor, pemasaran, bisnis; 7) media massa, jurnalis; 8) fans clubs, publik. Kedudukan atlet dalam hubungannya dengan sistem dipengaruhi secara signifikan oleh unsur-unsur yang lain. Hal ini dideskripsikan Young sebagai berikut: The development of sport into systems, called the totalization process, makes the athlete a part of huge teams or organizations that fight and compete with each other in various ways, not only in the sports arena, but also in the press, in the sponsor market, in the politics. This means that if one wants to develop and direct the sport towards certain goals, one should not only and probably not first address the athletes. For instance, when it comes to ethical standards there are more problems with the authoritarian and ambitious coaches, the cynical doctors, the partial judges, the black transfer money, the fixed games, the sensation-hungry journalists, the spectator hooliganism, the power-hungry leaders. It seems a bit naive if one, seduced by the media focus on athletes, lets the moral blame be on them only. The problem for the athletes, however, seems more and more to be their increasing lack of autonomy, their inability to lead their own life. The athletes seem in many cases to be spectators to their own career development (Pramono, 2003a: 118). Dualisme XE "Dualisme"  XE "dualisme"  Cartesian XE "Cartesian"  ternyata memiliki konsekuensi-konsekuensi keilmuan dan kenyataan hidup global dan mendasar yang melibatkan cara pandang dan perlakuan umat manusia terhadap diri dan lingkungannya. Fenomenologi XE "Fenomenologi"  XE "fenomenologi"  Tubuh bukan semata-mata ditawarkan untuk menambal sulam kerangka Cartesian tersebut, tetapi secara radikal mensyaratkan penerimaan dasar dan pengembangan lebih lanjut proyeksi-proyeksi betapa tubuh harus dilihat dan dialami sebagai subjek, yang diekspresikan dan diimplementasikan secara struktural maupun sistematik, dalam pengalaman baik itu keilmuan, normatif dan aplikatif, dan secara kompleks (meliputi aspek biologis, fisis, psikologis, pedagogis, sosiologis, antropologis, filosofis beserta aspek turunannya seperti lingkungan, media massa, hingga masalah jender). Atlet tidak semata-mata dilihat sebagai hewan berpikir dengan kemampuan tubuh yang menjanjikan, dan oleh karenanya dieksploitasi sedemikian rupa demi mengoptimalkan fungsi-fungsi dan kinerja organ-organ tubuhnya (tinjauan atas aplikasi dualisme Cartesian XE "Cartesian" ), tetapi juga lebih penting lagi untuk melihatnya dalam visi fenomenologis sebagai tubuh hidup yang organis dan berkecerdasan, yang memiliki potensi kemampuan yang menjanjikan menuju pengalaman kebertubuhan yang lebih manusiawi, suatu proses rekonstruksi kodrati yang memanusiakan manusia dengan melihatnya lebih sebagai kesatuan jiwa dan raga. Meskipun demikian, Magdalinski (2009: 3) mengungkap bahwa teknologisasi yang dimaknai sebagai produk artifisial yang mengkorupsi tubuh, bisa dianggap telah menghancurkan makna, nilai, atau roh olahraga tersebut. Hubungan antara alam, tubuh, dan teknologi menyeruak dalam berbagai kekhawatiran masa depan dan makna kemanusiaan yang bersandar pada kekuatan potensial teknologi untuk menjadi konsepsi alternatif tentang kemanusiaan. Berbagai kasus teknologisasi olahraga seperti doping, atau rekayasa genetika, menjadi sebuah tema yang secara provokatif diyakini penting untuk ditelaah secara komprehensif setelah mengikuti pemikiran Magdalinski ini. Apabila berbicara tentang teknologi, maka pengembangan ilmu dan analisis tentang produknya menjadi rangkaian yang tak terpisahkan. Kekhawatiran terhadap teknologisasi olahraga sebagaimana diungkap Magdalinski di atas memang perlu, namun sebagaimana juga dikatakan oleh Magdalinski (2009: 159), hal tersebut bisa diantisipasi melalui pemahaman yang benar tentang sistem, misalnya bagaimana konsep sehat dan moralitas bisa padu dalam pengalaman berolahraga tanpa mengabaikan modernitas penggunaan teknologi. Pengembangan keilmuan keolahragaan dengan demikian harus menyentuh sistem dan kandungan sistem sebagai target aplikatifnya. Meskipun tidak dibahas di sini karena implikasinya yang sudah praktis, namun perlu ditekankan bahwa penerapan paradigma XE "paradigma"  keolahragaan macam apapun akan kembali pada sistem itu sendiri. Pemahaman dan filsafat yang berlaku sekarang, memiliki hubungan eksistensial dengan masa lalu. Artinya, sebuah kerangka berpikir umum yang didasarkan pada suatu pilihan teori dan pemahaman tentang suatu hal mendasari pandangan tertentu. Sebenarnya memang tidak ada hal atau pandangan baru dalam arti yang sungguh-sungguh. Ini paralel dengan dalil fisika terkenal tentang kekekalan energi. Sesuatu pandangan yang disebut baru, sesungguhnya tetap saja berawal dan berproses dari suatu pilihan-pilihan konsepsional dan teoritis atas pandangan-pandangan dan kenyataan-kenyataan yang ada. Ilmu keolahragaan XE "Ilmu keolahragaan"  sebagai suatu ilmu yang relatif baru, tidak luput dari penalaran ini. Penghargaan atas tubuh yang tidak menyamakannya dengan objek XE "objek material, objek formal"  (gunting untuk tangan, atau lampu untuk mata) sebagaimana ditekankan konsep tubuh-subjek dari Merleau-Ponty yang berbeda diametral dengan dualisme Cartesian XE "Cartesian" , seharusnya juga berimbas pada preferensi sikap dan tindakan yang tidak menjadikan tubuh sebagai budak perahan (yang biasanya tidak disadari, namun dipaksa nyaman oleh umwelt tempat seseorang biasa berinteraksi). Pembahasan aksiologi yang dibahas di sini dibatasi pada alternatif solusi tubuh-subjek dalam dunia ilmu keolahragaan XE "ilmu keolahragaan" . Tentu saja, pembahasan ini masih dalam kerangka urgensi pilihan nilai moral dan ideologi keolahragaan yang harus segera ditentukan, seperti kata Gibson berikut ini: It is therefore time to decide what kind of ethic and ideology we should accept, whether the Nietzschean or Lombardian where to win is everything, or whether we want a humanistic and fairness-oriented where the good game is as important as the winning, and where the result can never be isolated from the way one reached it (Gibson, 1993: 49). Fenomenologi XE "fenomenologi"  tubuh XE "Fenomenologi XE "Fenomenologi"  tubuh"  XE "fenomenologi XE "Fenomenologi"  tubuh"  yang secara kritis dan konstruktif mencanangkan ajaran tentang tubuh sebagai subjek, bisa dianggap sebagai salah satu upaya pengembalian harkat eksistensi XE "eksistensi"  kemanusiaan universal XE "universal" . Provokasi visi kebertubuhan universal, baik di tingkat elementer maupun di tingkat kompleks, bahwa saat ini eliminasi pemahaman yang merestui eksploitasi tubuh (demi sensasi kemenangan akal pikiran) dan reduksi makna eksistensi kemanusiaan, merupakan sesuatu yang sangat urgen untuk dikerjakan. Secara pragmatis, penerapan secara ekstensif dan intensif kerangka pikir konsepsi fenomenologi tubuh ke dalam aktivitas konkret manusia, dalam hal ini aktivitas keolahragaan perlu dipertimbangkan sebagai harapan eksistensial (mulai dari kelas-kelas akademis, pelatihan, visi dan misi organisasi profesional, sampai dengan peraturan pertandingan). Penerapan Fenomenologi Tubuh yang holistik dan konsisten, meskipun evolutif, memiliki pengaruh signifikan dalam hal tercapainya kemenangan jiwa dan raga bagi si atlet, dan bukan sekadar kemenangan sensasi ragawi ditambah sanjungan dan pundi hadiah, tetapi minus martabat (Pramono, 2003a: 107-108). Tubuh yang dalam khasanah filsafat sering diremehkan dan mewakili simbol-simbol nilai hina seperti najis, makam, penjara, dan sebagainya, sesungguhnya dalam pandangan fenomenologis justru merupakan subjek yang mempersepsi, yang secara aksiologis berarti mengandaikan nilai netral, bahkan produktif-positif. Sportivitas, kejujuran, tanggung jawab adalah contoh nilai-nilai yang dianggap ideal dalam olahraga. Permasalahan kejiwaan yang menelurkan sifat hipokrit, yang kini mewabah, muncul apabila sifat-sifat ideal tersebut hanya diberlakukan secara eksterioritas, belum sampai pada penghargaan tubuh interioritas. Artinya, sifat munafik muncul di jaman keterbukaan ini, justru sering disebabkan oleh konflik di bawah permukaan antara penampilan di muka umum dengan perilaku di lain tempat, antara nafsu jahat dan ajaran orang tua atau guru agama XE "Agama"  XE "agama" , dan sebagainya. Pengecaman ekstrim tubuh sebagai penjara jiwa misalnya, berarti menumbuhsuburkan jiwa-jiwa hipokrit, karena kebutuhan makan, minum, nafsu sex, dan nafsu-nafsu manusiawi yang lain yang mewakili kebutuhan tubuh bukanlah berhenti di tubuh, tetapi sekaligus hal tersebut memberi makan jiwa. Tentu saja, suatu kewajaran dalam takaran pemenuhan kebutuhan tersebut ikut mempengaruhi kualitas nilai dalam diri seseorang. Feezell (1989: 204) menyebut olahraga sebagai character building XE "character building" . Sejauh mana pandangan seorang atlet tentang kemenangan, persaingan, aturan main, dan persahabatan, akan mengantarkan atlet tersebut menuju karakter yang lebih penuh dan berdikari (berdiri di atas kaki sendiri, meminjam istilah Soekarno). Apabila pemahaman monistik fenomenologis yang menegaskan tubuh sebagai subjek diterima, maka karakter aksiologis yang dimaksud Feezell dengan character building dapat ditengarai dalam beberapa hal berikut. Kesanggupan dan keberanian bertanggungjawab, terutama dalam pertandingan, di mana seorang atlet mengalami kekalahan; atau menerima hukuman atas pelanggaran yang dilakukannya. Sanggup menghindari rangsangan berbuat curang. Sportivitas yang diresapi menghindarkannya dari menghalalkan semua cara demi kemenangan. Layak dipercaya. Masing-masing orang dilihat sebagai subjek, bukan objek XE "objek material, objek formal" . Kepercayaan muncul dari pandangan ini. Melihat segala sesuatu secara unik, segala sesuatu bisa mempengaruhi hidupnya. Sifat-sifat kebaikan hati, kedermawanan, dan menghormati orang lain menjadi bagian penting karakternya. Ketekunan dan ketetapan hati. Kesulitan hidup dihadapi sebagai irama keberadaannya-dalam-dunia. Berpandangan holistik. Semua hal bertalian sinkronik dan diakronik. Dia mampu menempatkan profesionalitas kemampuannya secara tepat dalam variasi tatanan kehidupan. Berpikir positif. Termasuk dalam hal ini berpikir besar, optimis, tidak mudah menyerah. Integritas pribadi dalam harmoni: keselarasan, keseimbangan, dan keserasian dalam kesehariannya (Feezell, 1989: 217-218, dengan modifikasi oleh Pramono, 2003b: 113). Ini selaras dengan semangat olahraga di masa-masa Yunani Kuno XE "Yunani kuno"  yang selama 2500 tahun lebih tetap menjadi tujuan utama olahraga dalam pendidikan. Tujuan tersebut adalah pencapaian keutamaan. Olahraga dimasukkan dalam sistem pendidikan kuno karena dianggap mengangkat nilai-nilai aret XE "aret"  atau keutamaan yang dapat diterapkan dalam semua segi hidup keseharian. Pembagian Plato XE "Plato"  atas empat sifat utama kiranya relevan dengan pilihan nilai keolahragaan. Kesalehan (dalam konteks mengenal diri), disiplin (kendali diri), keberanian, dan keadilan merupakan empat bentuk keutamaan yang secara eksplisit dapat dihubungkan dengan olahraga, dan secara implisit dengan kemenangan (Gibson, 1993: 46-49). Proses inipun juga tak lepas dari seleksi-seleksi dan pertimbangan kemanusiaan universal XE "universal"  terhadap kerangka umum filsafat atau pandangan tertentu dalam sejarah. Kata kuncinya adalah menghidupkan. Kekayaan filsafat tersembunyi, terutama di Asia dan beberapa kebudayaan kuno (misalnya masyarakat suku Indian yang sering tampil di film-film Barat), ditengarai memiliki relevansi yang sangat fundamental, ajaib, dan paralelitas-paralelitas mengagumkan terhadap temuan-temuan mutakhir sains modern. Salah satu contohnya adalah betapa tafsiran simbolik tarian Syiwa dalam masyarakat Hinduisme paralel atau mirip dengan fisika modern, bahwa gerak dan ritme merupakan properti-properti yang esensial dari materi; bahwa setiap materi, apakah di atas bumi atau di angkasa luar, terlibat dalam tarian kosmis yang berkesinambungan (Capra, 1997: 282). Menghidupkan kembali filsafat seperti itu merupakan suatu proyek pembelajaran siklus manusia yang sangat berharga. Dalam hal ilmu keolahragaan XE "ilmu keolahragaan" , revitalisasi yang mencerminkan penghargaan tubuh-subjek dikenali setidaknya dalam ilmu-ilmu kedokteran alternatif, seperti yang dikembangkan Deepak Chopra dengan Ajurvedha-nya, di mana tubuh dan pikiran sama-sama dalam satu kecerdasan kosmik, dan kesatuan itu diangkat dari paralelitas sains modern dan kearifan Timur. Salah satu judul buku Chopra mencerminkan hal ini: Quantum Healing: Exploring The Frontiers of Mind/Body Medicine (1989, terjemahan dalam bahasa Indonesia tahun 2002). Secara sistematik Chopra mengangkat kesejajaran antara olahraga dengan olahjiwa dalam satu pemahaman pragmatis menuju kesehatan holistik dan monistik. Revitalisasi ini membutuhkan pemahaman yang luas sekaligus mendalam tentang konsep-konsep kebertubuhan sepanjang sejarah, dan perlu konsepsi dan perencanaan yang ekstensif dan intensif pula untuk menghidupkan suatu paham lama ke arah tuntutan kemasan kekinian dan proyeksi futuristik. Tetapi ini sepadan dengan titik balik ideal yang diharapkan yang sangat memenuhi harapan kemanusiaan universal XE "universal" . Melalui revitalisasi ini, atlet diarahkan dan mengarahkan diri kebertubuhannya pada suatu kearifan diakronik-fungsional. Artinya, atlet tidak semata-mata berorientasi kemenangan atau prestasi, namun pemahaman yang mendalam dan menyejarah terhadap diri kebertubuhannya sebagai ekspresi subjek dalam menimba hikmah pengalaman, meneguhkan diri untuk menghargai pandangan kebudayaan atau sejarah yang dia anut tentang tubuh, untuk selanjutnya ditujukan sebagai optimalisasi fungsi organ-organ tubuh cerdasnya untuk mencapai prestasi dan manfaat maksimum. Ungkapan Mens Sana in Corpore Sano mendapatkan nilai kepenuhannya melalui tubuh-subjek ini. DAFTAR PUSTAKA Abram, D., 1996a, Merleau-Ponty and the Voice of the Earth dalam Minding Nature, David Macauley (ed.), Guilford, NY. --------------, 1996b, The Spell of the Sensuous, Vintage, New York. American Kinesiology Association, 2010, About AKA, diakses 13 Juni 2014 jam 20.00 WIB dari http://www.americankinesiology.org/about-us/about-aka. Anderson, Michael L., 2003, Embodied Cognition: A Field Guide, Articial Intelligence 149 (2003) halaman 91 130, dalam www.elsevier.com/locate/artint, diakses pada 2 Februari 2014 jam 12.10 WIB. Aho, Kevin A., 2009, Heidegger XE "Heidegger"  s Neglect of The Body, SUNY, New York. Arp, Robert, 2011, Ontology: Not Just For Philosphers Anymore, dalam Practical Philosophy,Web Edition, http://robertarp.webs.com/ontology.htm, diakses 2 Juli 2013 jam 22.22 WIB. Ayers, Michael, 1998, Substance, dalam Routledge Encyclopedia of Philosophy, Version 1.0, Routledge, London and New York, hal 2365-2372. Bakker, A. dan Zubair, A.C, 1990, Metodologi Penelitian Filsafat, Kanisius, Yogkakarta. Bannon, B.E., 2011, Flesh and Nature: Understanding Merleau-Pontys Relational Ontology, dalam jurnal Research in Phenomenology, issue 41 (2011), hal. 327357. Bertens, K., 2001, Filsafat Barat Kontemporer: Prancis, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Bigelow, John C., 1998, Universals, dalam Routledge Encyclopedia of Philosophy, Version 1.0, Routledge, London and New York, hal 5602-5603. Bishop, Robert C., 2006, Determinism, A Historical Survey, dalam Borchert, Donald M. (ed.), 2006, Encyclopedia of Philosophy, Second Edition, Thomson Gale, Macmillan, hal. 21-35. Blackburn, Simon, 1996, The Oxford Dictionary of Philosophy Oxford Paperback Reference, Oxford University Press, Oxford. Borchert, Donald M., (ed.), 2006, Encyclopedia of Philosophy, 2nd edition, Thomson Gale, Farmington Hills. Boufoy-Bastick, 2014, Culturometrics: A Constructionist Philosophy for Humanistic Inquiry in Qualitative Identity Research, dalam The Qualitative Report 2014 Volume 19, Article 9, 1-22. Brouwer, MAW, 1988, Alam XE "Ilmu alam"  Manusia dalam Fenomenologi XE "Fenomenologi"  XE "fenomenologi" , Gramedia, Jakarta. Buchanan, Brett, 2008, Onto-Ethologies: The Animal Environments Of Uexkll, Heidegger XE "Heidegger" , Merleau-Ponty, And Deleuze, SUNY, New York. Bunge, Mario, 2001, Philosophy in Crisis: The Need for Reconstruction, Prometheus Books, New York. Capra, Fritjof, 1997, Titik Balik Peradaban: Sains, Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan, alih bahasa: M. Thoyibi, Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta. Carman, Taylor, 1999, The Body in Husserl XE "Husserl"  and Merleau-Ponty, dalam Philosophical Topics, Vol. 27, No. 2, Fall 1999. -----------, 2008, Merleau-Ponty, Routledge, Oxon. Cataldi, S.L. dan Hamrick, W. S., 2007, Merleau-Ponty and Environmental Philosophy: Dwelling on the Landscapes of Thought, State University of New York Press, New York. Caygill, Howard, 2000, A Kant Dictionary (Blackwell Philosopher Dictionaries), Blackwell Publishing Ltd, Oxford. Choi, Bernard C.K. dan Pak, Anita W.P., 2006, Multidisciplinarity, Interdisciplinarity and Transdisciplinarity in Health Research, Services, Education and Policy: 1. Definitions, Objectives, and Evidence of Effectiveness, dalam Clin Invest Med, Vol 29, no 6, December 2006. Chopra, Deepak, 1996, Tubuh Yang Tak Kenal Tua, Pikiran Abadi: Alternatif Untuk Menjalani Kehidupan, alih bahasa T. Hermaya, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. ________, 2002, Quantum Healing: Exploring The Frontiers of Mind/Body Medicine, alih bahasa Lala Herawati Dharma, Yayasan Nuansa Cendekia, Bandung. Clercq, Eva De, 2012, Towards an Ontology of Corporeal Uniqueness, dalam (De)Parsing Bodies, Volume 5 (1) 2012, University of Pisa. Coffey, Peter, 2011, Ontology or The Theory of Being XE "Being"  XE "being" , Longmans, Green and Co., London. Corazzon, Raul, 2013, Ontology: Its Role in Modern Philosophy, dalam http://www.ontology.co., diakses 21 Mei 2013 jam 23.05 WIB. Craig, Edward, 1998a, Monism, dalam Routledge Encyclopedia of Philosophy, Version 1.0, Routledge, London and New York, hal 5602-5603. --------------, 2000, Ontology, dalam Routledge Encyclopedia of Philosophy, Routledge, London and New York, hal 645. Crane, Tim dan Patterson, Sarah (ed.), 2000, History Of The Mind-Body Problem, London and New York: Taylor & Francis Routledge. Dillon, M.C., 1988, Merleau-Ponty's Ontology, Indiana University Press, Bloomington dan Indianapolis. Dolson, C. Daniel, 2006, Toward a Lean Ontology: Quine XE "Quine" , (Meta)Ontology, and Descriptions, Tesis pada Faculty of the College of Arts and Sciences of Ohio University, Ohio. Dreyfus, Hubert L., The Current Relevance of Merleau-Ponty's Phenomenology of Embodiment, dalam The Electronic Journal of Analytic Philosophy, 4 (Spring 1996) Philosophy Department, Sycamore Hall 026, Indiana University, Bloomington. Eirikson, P., 2005, Problems with Substance Ontology and the Promise of Process Philosophy, Tesis pada Department of Philosophy, Acadia University, Wolfville. Evans, Fred dan Lawlor, Leonard (eds.), 2000, Chiasms: Merleau-Pontys Notion of Flesh, State University of New York Press, Albany. Falk, Pasi, 1994, The Consuming Body, Sage, London. Feezell, Randolph., 1989, Sport, Character, and Virtue, dalam Philosophy Today, vol. 33, hal. 204-220. ----------, 1995, Sport, The Aesthetic, and Narrative, dalam Philosophy Today, vol. 33, hal. 204-220. Flynn, Bernard, 2011, Maurice Merleau-Ponty, dalam http://plato.stanford.edu/entries/merleau-ponty, diakses 13 Pebruari 2012 jam 22.35 WIB. Gallagher, S., 2005, How the Body Shapes the Mind, Oxford University Press, Oxford. Gibson, J.H., 1993, Performance versus Results: A Critique of Values in Contemporary Sport, SUNY Press, Albania. Grix, Jonathan, 2004, The Foundations of Research, Palgrave Macmillan, London. Guignon, Charles B., 1998, Existensialism, dalam Routledge Encyclopedia of Philosophy, Version 1.0, Routledge, London and New York, hal 2643. Haag, H., 1994, Theoretical Foundation of Sport Science as a Scientific Discipline: Contribution to a Philosophy (Meta-Theory) of Sport Science, Schourdorf, Verlaag Karl Hoffmann, Federal Republic of Germany. Hacking, Ian, 2002, Historical Ontology, Harper University Press, London. Hale, Bob, 1998, Abstract Objects, dalam Routledge Encyclopedia of Philosophy, Version 1.0, Routledge, London and New York, hal 38-40. Hardman, Alun dan Jones, Carwyn (eds.), 2010, Philosophy of Sport: International Perspectives, Cambridge Scholars Publishing, London. Hass, Lawrence, 2008, Merleau-Pontys Philosophy, Indiana University Press, Bloomington. Hatab, L., 1998, Agonistic Cultural Tradition: Nietzsches Contribution to Sport Philosophy, dalam International Studies in Philosophy, vol. 33, hal 123-141. Heidegger XE "Heidegger" , Martin, 2000, Being XE "Being"  XE "being"  and Time, John Macquarrie & Edward Robinson (transl.), Blackwell, Oxford. Henry, Michel, 1975, Philosophy and Phenomenology of The Body, Martinus Nijhoff - The Hague. Hofweber, Thomas, 2011, Logic and Ontology, dalam http://plato.stanford.edu/entries/logic-ontology. Diakses 13 Juni 2013 jam 22.05 WIB. Honderich, Ted. (ed.), 1995, The Oxford Companion to Philosophy, Oxford University Press. Oxford. Horrigan, Paul Gerard, 2002, Introduction to Philosophy, dalam www.paulhorrigan.ocatch.com, diakses 22 Agustus 2013 jam 22.10 WIB. http://dictionary.reference.com/browse/idealism, diakses 7 Juli 2013 jam 14.00 WIB. http://www.fide.com/fide/fide-world-chess-federation.html, diakses 11 Juni 2014 jam 22.40 WIB. http://www.insaworld.com. Diakses 3 Mei 2013 jam 11.00 WIB. www.oxforddictionaries.com/definition/english/ontology, diakses 7 Juli 2013 jam 14.00 WIB. Jensen, Molly Hadley, 2002, Fleshing Out a Relational Ethics: Maurice Merleau-Pontys Contributions to Ecological Feminism, Dissertation, Vanderbilt University,Nashville, Tennessee. Jensenius, 2012, Disciplinarities, dalam www.arj.no/2012/03/12/disciplinarities-2, diakses pada 11 Desember 2013, Jam 19.40 WIB. Johnson, T. G., 2012, Reconsidering and Re-conceptualizing Kinesiology, dalam Journal of Kinesiology & Wellness - Vol. 1, ISSN 2332-4503, (http://www.wskw.org/publications/2012) diakses 11 Juni 2014 jam 20.10 WIB. Kaelan, 2005, Metode XE "Metode"  XE "metode"  Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat: Paradigma XE "Paradigma"  XE "paradigma"  Bagi Pengembangan Penelitian Interdisipliner XE "Interdisipliner"  XE "interdisipliner"  Bidang Filsafat, Budaya, Sosial XE "Ilmu sosial" , Semiotika, Sastra, Hukum, dan Seni, Paradigma, Yogyakarta. Kennedy, Greg, 2007, An Ontology of Trash: The Disposable and Its Problematic Nature, SUNY Press, New York. Kim, Jaegwon, Sosa, Ernest, dan Rosenkrantz,Gary S. (ed.), 2009, A Companion to Metaphysics, Second Edition, Blackwell Publishing Ltd., United Kingdom. Komisi Disiplin Ilmu Keolahragaan, 2000, Ilmu Keolahragaan dan Rencana Pengembangannya, DEPDIKNAS, Jakarta. Kosiewicz, Jerzy, 2006, Philosophy of Sport or Philosophical Reflection on Sport, in Acta Universitatis Palackianae Olomucensis, Gymnica. 2006, vol. 36, no. 2, hal. 53-58. Kuipers, Theo A.F., (ed.), 2007, Handbook of The Philosophy of Science: General Philosophy of Science - Focal Issues, Elsevier BV, Netherlands. Ladyman, James, 2002, Understanding Philosophy of Science, Routledge, New York. Langer, Monica M., 1989, Merleau-Ponty's Phenomenology_of Perception: A guide and Commentary, The Macmillan Press LTD, London. Lawrence, N., dan OConnor, D. (ed.), 1967, Readings in Exixtencial Phenomenology, Englewood Cliffs, Prentice-Hall, New Jersey. Lumpkin, A., dan Cuneen, Jacquelyn, 2001, Developing a Personal Philosophy of Sport, dalam Journal of Physical Education, Recreation, and Dance (JOPERD), vol. 72, no. 8, New York: AAHPERD. Lutan, Rusli, 2008, Pedagogi Olahraga, dalam http://por.sps.upi.edu/?p=49, diakses 23 Mei 2012 jam 12: 48 WIB. Macann, Christopher, 2005, Four Phenomenological Philosophers Husserl XE "Husserl" , Heidegger XE "Heidegger" , Sartre, Merleau-Ponty, Routledge, London and New York. Mack, Lindsay, 2010, The Philosophical Underpinnings of Educational Research, dalam Polyglossia, Volume 19, Oktober 2010 [online: www.apu.ac.jp/rcaps/iploads/fckeditor/publications/polyglossia_V19_Lindsay.pdf] diakses 27 Agustus 2013 jam 19.40 WIB. Madison, Gary Brent, 1981, The Phenomenology of Merleau-Ponty: a Search for the Limits of Consciousness, vol. 3, Ohio University Press, Athens. Magdalinski, Tara, 2009, Sport, Technology and The Body, Routledge, London and New York Marshall, George, 2008, A Guide To Merleau-Pontys Phenomenology of Perception, Marquette University Press, Milwaukee. Maslow XE "Maslow"  XE "Abraham Maslow" , A., Frager, R., & Fadiman, J., 1970, Motivation and Personality (Vol. 2), NY: Harper & Row, New York. Meier, K.V., 1995, Embodiment, Sport and Meaning, dalam William J. Morgan dan Klause V. Meier (ed.), Philosophic Inquiry in Sport, Second Edition, Human Kinetics, Champaign, USA. Merleau-Ponty, M., 1962, The Phenomenology of Perception, Colin Smith (transl.), Routledge and Kegan Paul, London. ----------, 1963, The Structure of Behavior, Beacon Press, Boston. ----------, 1964a, Preface, dalam Signs, R. McCleary (transl.), Northwestern University Press, Evanston, Ill. ----------, 1964b, The Philosopher and His Shadow, dalam Signs, R. McCleary (transl.), Northwestern University Press, Evanston, Ill. ----------, 1964c, Eye and Mind, Carleton Dallery (transl.), dalam James M. Edie (ed.), The Primacy of Perception and Other Essays, Northwestern University Press, Evanston III. ----------, 1964d, The Primacy of Perception and Its Philosophical Consequences, James M. Edie (transl.), dalam James M. Edie (ed.), The Primacy of Perception and Other Essays, Northwestern University Press, Evanston III. ----------, 1968, The Visible and the Invisible, English translation by Alphonso Lingis), Gallimard, Paris. ----------, 1969, Humanism and Terror, English translation by J. ONeill, Beacon, Boston MA. ----------, 2001, The Incarnate Subject: Malebranche, Maine De Biran, and Bergson on The Union of Body and Soul, English translation by Paul B. Milan, Humanity Books, New York. Merriam-Webster Dictionary, [online: www.merriam-webster.com], diakses 9 Januari 2013 jam 09.20 WIB. Munn, Katherine dan Smith, Barry, 2008, Applied Ontology: An Introduction, Ontos Verlag, Heusenstamm. Mushtaque, Nadeem, 2010, Ontology: Origin, Definition and Its Currency of Use as Domain Representational Concept, dalam http://home.student.uu.se/namu7819/Domain%20Representation%20through%20Ontology.pdf, diakses 2 Juli 2013 jam 22.14 WIB. Nataatmadja, Hidayat, 1993, The Grand Theory of Science,Yayasan Humanika, Bogor. Palmquist, Stephen, 2000, Filsafat Mawas, alih bahasa: Muhammad Shodiq, Philosophy Press, Hongkong. Online dalam http://staffweb.hkbu.edu.hk/ppp/pf/pk10.htm. Parsons, C, 2007, How to Map Arguments in Political Science, Oxford University Press, Oxford. Parviainen, Jaana, 1998, Bodies Moving and Moved, Tampere University Press, Tampere. Peterson, C.A., 1989, The Dilemma of Philosophy, dalam D.M. Compton (ed.), Issue in Therapeutic Recreation: A Profession in Transition, hal. 21-33, Sagamore, Champaign, IL. Poli, Roberto dan Obrst, Leo, 2009, The Interplay Between Ontology as Categorial Analysis and Ontology as Technology, Springer, London. Poli, Roberto dan Seibt, Johanna (eds.), 2010, Theory and Applications of Ontology: Philosophical Perspectives, Springer, London. Pramono, Made, 2003a, Peran Fenomenologi XE "Fenomenologi"  XE "fenomenologi"  Tubuh dalam Pengembangan Ilmu Keolahragaan, Tesis, Pasca Sarjana Ilmu Filsafat UGM Yogyakarta, Tidak diterbitkan. ----------, 2003b, Dasar-Dasar Filosofis Ilmu Keolahragaan, dalam Jurnal Filsafat, Edisi Juli-Desember Tahun 2003, Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM. ----------, 2004, Filsafat Olahraga, Unesa University Press, Surabaya. Pramono, Made, Alim, Agus, 2005, Filsafat Ilmu (Kajian Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Ilmu), Unesa University Press, Surabaya. Primozic, D. T., 2001, On Merleau-Ponty, Wadsworth, Belmont. Radovic, Filip., 1998, Towards a Proper Monism, makalah presentasi pada: Toward a Science of Consciousness, Tucson III April 27-May 2, 1998, Tucson, Arizona, USA. Reynolds, Jack, 2004, Merleau-Ponty and Derrida: Intertwining Embodiment and Alterity, Ohio University Press, Athens. Robinson, Howard, 2011, Dualism, dalam http://plato.stanford.edu/entries/dualism. Diakses 13 Pebruari 2012 jam 22.25 WIB. Salam, Burhanuddin, 1997, Logika Materiil (Filsafat Ilmu Pengetahuan), Rineka Cipta, Jakarta. Sarano, J., 1966, The Meaning of the Body, James H. Farley (transl.), The Westminster Press, Philadelphia. Schacht, R., 1998, Nietzsche XE "Nietzsche"  and Sport, dalam International Studies and Philosophy, vol. 30, hal. 123-130. Schick, Theodore Jr., 1997, The End of Science? dalam The Skeptical Inquirer, No. 2, Vol. 21, March 13,1997; p. 36 Schlottmann, Chriss, 2002, Embodiment and Embeddedness in Philosophies of Ecology: Deep Ecology, Confucian Ecology and Maurice Merleau-Pontys Phenomenology, dalam Philosophy Senior Essay. Shapiro, Sherry B., 2005, Pedagogy And The Politics of The Body, Taylor & Francis, New York. Shilling, C., 1993, The Body and Social Theory, Sage, London. Shusterman, Richard, 2008, Body Consciousness: A Philosophy of Mindfulness and Somaesthetics, Cambridge University Press, New York. Siswanto, Joko, 2004, Metafisika XE "Metafisika"  XE "metafisika"  Sistematik, Taman Pustaka Kristen, Yogyakarta. Smith, David Woodruff, 2004, Mind World: Essays in Phenomenology and Ontology, Cambridge University Press, New York ------------,.2013, Phenomenology, dalam http://plato.stanford.edu/entries/phenomenology, Diakses 13 Pebruari 2012 jam 22.00 WIB. Spiegelberg, Herbert, 1960, The Phenomenological Movement: A Historical Introduction, vol. 2, Martinus Nijhoff, The Hague, Netherlands. Sprigge, T.L.S., 1998, Idealism, dalam Routledge Encyclopedia of Philosophy, Version 1.0, Routledge, London and New York, hal 3826-3832. Stack, George J., 1988, Materialism, dalam Routledge Encyclopedia of Philosophy, Version 1.0, Routledge, London and New York, hal 5244-5246. Stoljar, Daniel, 2009, Physicalism, dalam http://plato.stanford.edu/entries/physicalism. Diakses 20 Januari 2013 jam 22.40 WIB. Sugiharto, I. Bambang, 2000, Penjara Jiwa, Mesin Hasrat: Tubuh Sepanjang Budaya, dalam Kalam: Jurnal Kebudayaan, No. 15 Tahun 2000, hal 26-43. Suriasumantri, Jujun S., 2002, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Sinar Harapan, Jakarta. Sumaryanto, Joko Siswanto, dan Achmad Dardiri, 2011, Dimensi Aksiologis dalam Olahraga: Relevansinya dalam Pembentukan Karakter Bangsa, Cakrawala Pendidikan Jurnal Ilmiah Pendidikan, Mei 2011, Th XXX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY, hal. 28-38. Sumaryanto, 2013, Eksistensi XE "Eksistensi"  XE "eksistensi"  Olahraga dalam Perspektif Filosofis dan Kebermaknaannya dalam Kehidupan, Ringkasan Disertasi, disampaikan dalam pidato pengukuhan Guru Besar di Universitas Negeri Yogyakarta. Suriasumantri, Jujun S, 2002, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Sinar Harapan, Jakarta. Syamsuddin, M.Mukhtasar, 2006, Pergeseran Paradigmatik Problem Pikiran-Tubuh dalam Perdebatan Filosofis, Jurnal Filsafat Vol. 16, Nomor 3, Desember 2006, hal. 296-308. --------------, 2010, Kritik Fenomenologis Merleau-Ponty atas Filsafat Pengetahuan, TSAQAFAH, Journal of Islamic Civilization, Volume 6, Number 2, October 2010. ISSN. 1411-0334 (p. 209-229). -------------, 2014, Mind-Body Interconnection (A Philosophical Investigation on the Western and Eastern Approaches to the Human Nature), Kanisius, Yogyakarta. Synnott, Anthony, 2003, Tubuh Sosial XE "Ilmu sosial" : Simbolisme, Diri, dan Masyarakat, alih bahasa Yudi Santoso, Jalasutra, Yogyakarta. Taylor, Victoria Pitts, 2006, Cultural Encyclopedia of The Body, Greenwood Press, Westport. The Liang Gie, 2000. Pengantar Filsafat Ilmu Edisi Kedua (Diperbaharui). Yogyakarta: Liberty. Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, 2000, Filsafat Ilmu, Liberty, Yogyakarta. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008, Kamus Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Jakarta. Todes, Samuel, 2001, Body and The World, MIT Press, London. Turner, Stephen dan Roth, Paul A., (eds.), 2003, The Blackwell Guide To The Philosophy of The Social Sciences, Blackwell Publishing, Oxford. Undang-Undang Republik Indonesia No.3 Th.2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Van Peursen, C.A., 1983, Tubuh-Jiwa-Roh (diterjemahkan oleh K. Bertens), BPK Gunung Mulia, Jakarta. Vasseleu, Cathryn. 2002. Textures of Light: Vision and Touch in Irigaray, Levinas and Merleau-Ponty. Routledge, New York. Watkin, Christopher, 2009, Phenomenology or Deconstruction? The Question of Ontology in Maurice Merleau-Ponty, Paul Ricur And Jean-Luc Nancy, Edinburgh University Press, Edinburgh. Wattimena, Reza A.A, 2009, Tubuh yang Mendunia: Sebuah Refleksi Filsafat Tubuh, dalam http://rumahfilsafat.com/2009/12/20/tubuh-yang-mendunia-sebuah-refleksi-filsafat-tubuh/. Diakses 21 April 2013 jam 01.30 WIB. Weiss, Gail (ed.), 2008, Intertwinings: Interdisciplinary Encounters With Merleau-Ponty, State University of New York Press, Albany. Weiss XE "Paul Weiss" , P., 1969, Sport: A Philosophic Inquiry, Southern Illinois University Press, California. Widiasari, Agrita, 2012, Tubuh dan Persepsi sebagai Sarana Epistemologis: Diskursus Tubuh Difabel Dalam Kerangka Pikir Merleau-Ponty, Skripsi pada Program Studi Ilmu Filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Wilson, Stephen Ayers, 1981, Matter Over Mind: But What Is Matter?, Tesis tidak diterbitkan. University of Cincinnati, In the Department of Philosophy of the College of Arts and Sciences. Zaner, R.M., 1964, The Problem of Embodiment: Some Contributions to a Phenomenology of the Body, Martinus Nijhoff, The Hague, Netherlands. GLOSARIUM Ambiguitas: Bentuk keragaman terhadap relasi subjek objek, karena pengalaman subjek yang terjadi dalam setiap tindak mempersepsi sangat otonom sehingga membentuk keragaman dalam pengalaman perseptual. skripsi Ada-dalam-dunia (Being-in-the-World): Istilah Heidegger untuk eksistensi manusia yang diadopsi Merleau-Ponty, sebagai lawan dari kejadian objektif belaka segala sesuatu. TC Chiasme/Chiasmus: Selang-seling, tumpang tindih, saling menjalin (entrelacs). Secara gramatikal, chiasmus merupakan pembalikan frase-frase paralel seperti bekerja dengan keras atau dengan keras bekerja. Merleau-Ponty meyakini, tubuh dan dunia tidak terpisah, sebagai urat-urat (sinews) dari daging, terhubung satu sama lain bukan sebagai situasi dan reaksi (bukan rangsangan dan respon), tetapi sebagai tekstur keterjalinan tunggal. TC 124 Corporeal Schema: Istilah untuk menegaskan bahwa pengalaman langsung tidak mengenal apapun objek XE "objek material, objek formal"  murni, namun selalu berupa subjek yang mengalami. Subjek yang mengalami dalam persentuhannya dengan dunia ini adalah subjek alami, subjek yang ada hanya melalui tubuhnya Saat mengendarai mobil, seseorang tidak berpikir tentang mobil, namun berpikir sebagai mobil, dari sudut pandang mobil. Konsentrasi di jalan tidak dapat terjadi jika seseorang masih berpikir tentang mobil. Mobil telah menubuh dalam corporeal schema seseorang itu dan dengan demikian menjadi perluasan tubuh manusia. Daging (flesh, le chair): Istilah ini diintrodusir Merleau-Ponty mengacu pada ketidaksadaran dan spontanitas tubuh dalam persentuhannya dengan dunia. Daging adalah organ dari tubuh yang bersifat tidak sadar, namun menjadi dasar bagi persepsi dan persentuhan tubuh manusia dengan realitas. Dari sudut pandang ini, setiap orang tidak hanya berada di dalam dunia, melainkan adalah dunia itu sendiri. T C 123 Dasein: Secara harfiah: ada di situ (being there). Istilah Heidegger untuk keberadaan manusia (diperbedakan dengan pikiran). TC Empirisism: Pandangan bahwa sensasi-sensasi atau kesan-kesan menyusun bentuk paling dasar dari pengalaman (dilawankan dengan intelektualisme). TC Faktisitas: Keterberian (givenness) konkrit situasi-situasi, sebagai kebalikan dari apa yang dapat kita kendalikan dalam pemikiran. TC Habitus: Istilah ini oleh Merleau-Ponty ditekankan untuk padanan kata kecakapan (skill).Tsebenarnya istilah ini diasalkan dari konsep Bourdieu untuk kecakapan dan kecondongan ketubuhan yang menstrukturkan dan distrukturkan lingkungan sosial, yang memungkinkan seseorang mendiami bidang sosial partikular. Habitus pada intinya merupakan skema tubuh yang terkondisikan secara sosial. Hal ini bukanlah kondisi mental, sikap kognitif atau kesadaran, bukan pula jejaring sikap-sikap tersebut, namun rangkaian kebiasaan ketubuhan yang dihasilkan dan distabilisasikan oleh dunia sosial, di mana hal tersebut pada gilirannya juga direproduksi dan direstabilisasi. 21 Hipotesis Konstansi: Asumsi tradisional bahwa ada korelasi langsung antara rangsangan inderawi dengan pengalaman perseptual. TC Intelektualisme: Pandangan bahwa putusan adalah, atau perlu untuk, bentuk paling dasar dari pengalaman (dilawankan dengan Empirisisme). TC Intentional arc: Istilah untuk menunjukkan hubungan kesatuan antara agen dan dunia, yakni bahwa tubuh manusia adalah bagian dari dunia yang riil yang bereksistensi sebagai partes extra partes. Intensionalitas: Kelangsungan, atau ke-apa-an sikap. TC Intertwining (saling menjalin, entrelacs): TC Lihat Chiasme. Menubuh: Kata benda tubuh mendapat awalan me-, menjadikan kata tersebut sebagai kata kerja yang menekankan pada konteks aktivitas. Penelitian ini mengistilahkan Berbeda dengan istilah badan yang berkonotasi tubuh biologis, tubuh-subjek yang menjadi sentral pemikiran Merleau-Ponty bermakna tubuh yang hidup, yang memunculkan juga istilah menubuh, ketubuhan, dan kebertubuhan dalam berbagai variasi penggunaan yang semua bermuara pada tubuh yang hidup dalam saling keterjalinannya dengan dunia dan kesadaran. Noema: Istilah Husserl untuk muatan intensional kesadaran, sebagai yang berbeda dari objeknya. TC Noesis: Istilah Husserl untuk kondisi mental konkrit, sebagai yang berbeda dari muatan intensional. TC Pengalaman menubuh: Pengalaman menubuh adalah hasil relasi subjek objek melalui tubuh yang membentuk pengalaman. Pengalaman tersebut menginformasikan tentang pengalaman sadar yang membentuk kesadaran subjek, sehingga peranan tubuh memegang peran penting pada seluruh kesadaran subjek. Lihat juga istilah menubuh di atas.sk Ripsi Pengalaman perseptual: Pengalaman perseptual adalah hasil dari proses tindak mempersepsi yang berkontribusi dalam pengalaman sadar subjek. skripsi Persepsi: Persepsi merupakan konsep bahwa tubuh adalah subjek yang memberi makna pada objek di dunia. Persepsi dalam kajian Merleau-Ponty juga memiliki keterkaitan antara kemampuan perseptual dengan ketubuhan sebagai mediasi manusia untuk mengada dalam dunia. skripsi Phantom Limb: Kasus phantom limb menunjukkan posisi persepsi sebagai bentuk kesadaran yang menubuh. Phantom limb terjadi pada seseorang yang kehilangan anggota tubuhnya (contoh: amputasi setelah kecelakaan/perang), namun masih dapat merasakan bahwa anggota tubuhnya masih ada dan dapat berfungsi. Hal ini kerapkali dianggap sebagai halusinasi, namun menegaskan bahwa tubuh memiliki peran penting dalam tindak mempesepsi. skripsi Proper monism: Dipertentangkan dengan monisme palsu (false monism) yang sangat dimungkinkan dibuat oleh kaum reduksionis yang secara konseptual dikondisikan oleh penerimaan model dualisme Cartesian yang ditentang XE "Cartesian" , setiap solusi yang mentransendensikan kategori-kategori orisinil Cartesian XE "Cartesian" , dalam satu atau berbagai cara, adalah solusi monistik yang sebenarnya (proper monism). Reversibilitas: Konsep saling menjalin dalam ketumpangtindihan persepsi, tubuh, dan dunia yang terjadi pada daging. Keberadaan sentuhan secara internal membuka sejenis ledakan yang membalik penyentuh menjadi yang disentuh. Yang-Ada yang-kasar (atau liar): Istilah ini diperkenalkan Merleau-Ponty pada periode akhir filsafatnya ();@  @  $ @ |  @ @ $ @ @@ 穩vo h&7aJjh&7UaJ hq<] hq<aJjhq<UaJh ahhaJmH!sH!h ahhaJh[>=hhmH!sH!h ahh6h% h&7jh&7U hq<jhq<U h[>=hh h ahB~h^ h ahh+)$ $ T%0R "&&=*,8/714(7]8$d`a$gdh$7dh`7a$gdn: $^a$gdC0$d`a$gd)h>$7d`7a$gdh<gd~!"#@9@ETmr| @$%6@@:@C@@V[@||q||q|q|||fh\]mH!sH!h%\]mH!sH!h ah)h>\]mH!sH!hZh)h>6\]mH!sH!hZh)h>\]mH!sH!hZh)h>mH!sH! hZh)h> h ah)h>h ahhaJmH!sH!h ahh6aJ h%aJh ahhaJjh&7UaJ h&7aJ h&7](@0@AXYZqr,5@@@@%@@ R @!I!N!!!""""@""@#@$@%@&p&&&&лݯݧݠݠy h[>=hhhZhh6]hH]mH!sH!h ahh6]h% h ahhhZhh6h hZh&7jhZh&7UhZhq<jhZhq<U hZhhhZh)h>\]mH!sH!h ah)h>\]mH!sH!-&&&&&&&&&&&&&''''''@'r''''''''''''@(@)N)W)=*@*B*?+Ӿˬ꥛wlhhh%h ahhmH!sH!h&7\] h&7jh&7Uhq<\] hq<jhq<U h ahhhZhq<\hZh&7jhZh&7UhZhq<jhZhq<UhZhh6] hZhh h[>=hhh[>=mH!sH!'?+@+E+O+P+Q+7,8,9,?,@,,,,,@--@.8/@/R/b/s//00@071@1i1j1z111*2+2ںzozzbjhZhq<UhZh)h>mH!sH! hZhhhZhhmH!sH! h ahhhZhh\]mH!sH!h ahh\]mH!sH!h ahhmH!sH!h[>=hh5\h[>=h)h>mH!sH!h[>=hhmH!sH! h[>=hhh[>=hq<\h[>=hq<jh[>=hq<U#+2;2<2@2@3@44444444@5z5{5553646<6=6@6B6L6M6N667(7@77777@8]8@999999999㧧㙏thZh&7\]jhZh&7U\]hZhh\]hZhh\]mH!sH!hZhh6]hZhh6hZhq<\hZh&7jhZh&7UhZhhmH!sH! hZhhjhZhq<UhZhq<-]899>hCEF6GGHHIIJ?N:QSXX&X'X$a$gdC0;@&gdz8$ & F hd^ha$gd/$d`a$gdh$dh^a$gdn: $^a$gdC099999:: : ::: :3:4:<:=:>:@:C:::::::;;;;;;;;;;@;@<<=@=">@>>>>۪۪沜vh[>=hh\]mH!sH!h ahh\]mH!sH!h ahh\]hZhg \]mH!sH!hZhq<hZhh\]mH!sH!hZh&7\]jhZh&7U\]hZhq<\]jhZhq<U\]hZhh\],>>>>>@?@@@ABB!B"B#B/B0B@B@CgChCD&D'D,D?D@DADCDaDfDDDDE@EEŸŐņvk\kvXXŐh%hZhq<6]nH!tH!hZhq<6]jhZhq<6U]hZhh6]hZhhmH!sH!hZh&7jhZh&7UhZhq<jhZhq<U hZhhhZhh\]hZhh\]mH!sH!h[>=hh\]mH!sH!h[>=h[>=\]mH!sH!"EEE@FYF^FF6G@G~GGGGG@HHH@IuIIIJJJJ@JqJzJ~JJJJJJJJ@KKKKKKKLL)LĹģ~s~hZhq<6]jhZhq<6U]hZhq<jhZhq<Uh[>=h[>=mH!sH!hZhhmH!sH!h[>=hg mH!sH!h[>=hhmH!sH! h[>=hhhZh&7jhZh&7Uh% hZhhhZhh6]-)L*L@LLL@MMMMMMMM?N@N@O@PPPP:Q@QUQVQnQoQQQRR@RR"S8S@SVSWSS@T@U}U~UUUUUUUVV@V@WW쬤ۋۇۇh%h ahh6]hZhh6 hZhlRhZh&7jhZh&7UhM h[>=mH!sH!hhq< hq<jhq<U h ahhhZhh6] hZhhjhZhq<U4WWWXXX&X'X:XNXbXiXwXXXXXXXXXXXYYY Y YYYκtiaiaiULhlQ6mH!sH!h0hlQ6mH!sH!hlQmH!sH!h0hlQmH!sH!h ahlQmH!sH!hDh.6]mH!sH!hDh.6mH!sH!hDh.mH!sH!hDhmH!sH!h ah.mH!sH!h.mH!sH!hGh.6mH!sH!hGh.mH!sH! h ah.h(hhhmH!sH!h6mH!sH!hmH!sH!'XXXXXwYxY [[[[\\]]u]v]^^p^q^^^__+``$5^5`a$gdK$5^5`a$gdEYY+Y,Y?YNYtYuYvYwYxYYYZ [ [[2[8[J[L[V[j[l[n[[[[[[[[[[[׵unnch[>=h.mH!sH! h+h.h+h^6mH!sH!h+hq<h+hq<6mH!sH!#jh+hq<6UmH!sH!h+h.6mH!sH!h+h.mH!sH!hoh.6mH!sH!hoh.mH!sH!h ah.mH!sH!h ahlQmH!sH!hlQmH!sH!h0hlQmH!sH!"[\\\\\\\\\\\]]]4]7]?]]]g]h]t]u]v]]]]]]^^^ݳ謤ݙpbTh ah.\]mH!sH!hkh.\]mH!sH!hkh.6\]mH!sH!hkh.\mH!sH!hkh.6\mH!sH!hkh.mH!sH!h[>=h.6 h[>=h.h ah.\mH!sH!h[>=hz8mH!sH!h[>=h.\mH!sH! h ah.h ah.mH!sH!h[>=h.mH!sH!h[>=h.6mH!sH!^*^M^o^p^q^^^^^^^^^_7_`______` `!`+`3`4`=`?`@`M`߾yk]R]R]Rhz \]mH!sH!h hz \]mH!sH!hKhK\]mH!sH!hKhK6\]mH!sH!hK\]mH!sH!hm`hg6\]mH!sH! hm`hg56\]mH!sH!hg\]mH!sH!hgmH!sH!hhsEp56mH!sH!hhsEpmH!sH!hsEpmH!sH!h.mH!sH!hsah.6\ hsah.M`t`v`````````aa/aPaQaRafajakapaza{a|aaaa˽yrhXMEMXhXMhohq<hohq<6\jhohq<6U\hoh9k6\ hoh9kh ah^\]mH!sH!h.\]mH!sH!hkh.6\]mH!sH!hkh.\]mH!sH!h hK\]mH!sH!hKhz \]mH!sH!hz \]mH!sH!h hz \]mH!sH!hz 6\]mH!sH!h hz 6\]mH!sH!``QaRaaalbmbbbicjccc"d#ddd>e?eUfVfffgghh$5^5`a$gdEaaaaaaaaaaaaaa,b-b2bbZb`babkblbmbbɾɬwmemwZODh[>=h@amH!sH!h ah@amH!sH!h[>=h.mH!sH!h[>=hq<h[>=hq<6jh[>=hq<6Uh[>=h.6 h[>=h.h ah.mH!sH!h ah9k@mH!sH! hoh9khoh&7\]hoh&76\jhoh&76U\jhohq<6U\hohq<\]hohq<6\bbbbbbb*chcicjczccccccccccccc˹}ncn}WLLAh+h ~mH!sH!h ah ~mH!sH!h]<hO(]mH!sH!h]<hq<\]h]<hq<6]mH!sH!&jh]<hq<6U]mH!sH!h]<hO(6]mH!sH!h]<h ~mH!sH! h]<h.h(mH!sH!h.mH!sH!hH'0h.6\ hH'0h.h ah.mH!sH!h ah@amH!sH!h[>=h@amH!sH!h[>=h@a6mH!sH!cdddd!d"d#dKdwddddddde=e>e?eVegeneef$f4fSfUfVf۪ۓ|ppdXQ h ah.h[>=h;]mH!sH!h[>=hk9]mH!sH!h[>=h;6mH!sH!h[>=h;\mH!sH!h[>=h;mH!sH!h ah;mH!sH!h\5h.6mH!sH!h\5h.mH!sH!h+h.]mH!sH!h+h.6]mH!sH!h+h.6mH!sH!h ah.mH!sH!h+h.mH!sH!h+h.6 h+h.VflfffffffgCgggggggg hhh$h0h1hChDh˹ٲui]iK#jh[>=hq<6UmH!sH!h[>=h96mH!sH!h[>=h.6mH!sH!h[>=h.mH!sH!h ah.]mH!sH!h]h.]mH!sH!h+h.]h+h.\h+h.6\ h+h. h ahth[>=ht6\] h[>=ht h[>=hk9h ahtmH!sH!h[>=htmH!sH!h[>=h.6\ h[>=h.DhIhOhPhQhRhWh]h^h_hhhhhhiiiiii!i(i)iiiiĶġ}qqf[fOfDfh-hZ!mH!sH!h-h.6mH!sH!h-hhwtmH!sH!h-h.mH!sH!h ah.\mH!sH!h}h.6\h}h.\ h ah.h ah.mH!sH!h[>=h.mH!sH!h[>=h&76h[>=h&76mH!sH!#jh[>=h&76UmH!sH!#jh[>=hq<6UmH!sH!h[>=hq<6h[>=hq<6mH!sH!hhhiiiijjjjjjkkll.m/mmmmmPnQnnn5^5`gdE$5^5`a$gdEiiiiiiiijjjj j/jOjPjjjjjjjjjk k!k&kǽǵǢuiWIh'hq<6mH!sH!#jh'hq<6UmH!sH!h'h.6mH!sH!h'h.mH!sH!h ah.mH!sH!h+h.6mH!sH!h+h.mH!sH!h ah.\mH!sH! hr h;1hr h;16h/Dh;16] h/Dh;1h;1mH!sH!hZ!mH!sH!h-hZ!6mH!sH!h-h3mH!sH!h-hZ!mH!sH!&k,k-k.kRkkkkkkkkkkll3l4lll}qcWHW=h+h+mH!sH!h7h+5\]mH!sH!h7h+]mH!sH!h7h+5\mH!sH!h7hOL\mH!sH!h7h+\mH!sH!h7hOL6\mH!sH!h7h+6\mH!sH!h7h+mH!sH!h+mH!sH!h.mH!sH!h'h.mH!sH!h'h.6mH!sH!#jh'hq<6UmH!sH!h'hq<6mH!sH!h'hq<llllll.m/m]mcmmmmmmmmmmmnn'n7nNnOnPnQncnnnnnnnnǻdzvj`hh.6\hEhE6mH!sH!h6mH!sH!hh.6hh.] hh.hh[xmH!sH!hr h[x6\] h/Dh[xh.mH!sH!hhk6mH!sH!hh.mH!sH!hh.6mH!sH!hDh.6mH!sH!hDh.mH!sH!h ah.mH!sH!#nnnnnnnnnooooDoEoFo[owooooooo p p p#pؿߏ߄tfWWHhh.B*mH!phsH!hhB*mH!phsH!hh.6B*]phhh.6B*\]phhh.B*phhh.6]mH!sH!hhmH!sH!hr mH!sH! hhhh.\hh.6\mH!sH!hh9kmH!sH! hh.hh.mH!sH!hEhE6mH!sH!h.6mH!sH!nEoFooo p p\p]pppqqr rrrssqsrstttt u.$5[$\$^5`a$gdE$5^5`a$gdE#p>p\p]pxppppppp{qqqqqqqqrr rr*r1r2rrrrrrrĸĬϥ~p~h~\Phhg\mH!sH!hhg\mH!sH!hgmH!sH!hhg56mH!sH!hhgmH!sH!h4C\mH!sH!hh.mH!sH!hh.6 hh.hhm\mH!sH!hhm6mH!sH!hhmmH!sH!hhmB*mH!phsH!hh.B*mH!phsH!#hh.6B*]mH!phsH!r sssss.s6sJspsqsrssssssstttt t*t+t,t-t:tu`ueufunu}uuu쿰}uiu}^^}^}}^}^}^}hh.mH!sH!hh 6mH!sH!hh.6 hh.hh.\hh.\mH!sH!hh.6\mH!sH!hh&76hh&76\mH!sH!&jhh&76U\mH!sH!hhq<6hhq<6\mH!sH!&jhhq<6U\mH!sH!$ u uuuuu~vvvv3w4wpwqwwwxxyyyy3{4{{ 5^5`gdE$5^5`a$gdE$5^5`a$gdEuuuuuuuuuuuuv2v~vvvvv2w3w4wpwqwwwwwȽȣ|ncc[MhhE\]mH!sH!hEmH!sH!hEhEmH!sH!hh Pm\]mH!sH!hh&amH!sH!hh&a\]mH!sH!hh\]mH!sH!hh\mH!sH!hh96\mH!sH!hh9mH!sH!hh9\mH!sH!hh.6\mH!sH!hh.\mH!sH! hh.hh.mH!sH!wwwwHxxxxxxxyyyyMyyyyyyyyyzykWH>Hhhq<]hhq<6\mHsH&jhhq<6U\mHsHhhu@6\mHsHhhu@mHsHhh!j6mH!sH!hh!jmH!sH!hhi]mH!sH!hh;6\mH!sH!hh;\mH!sH!hh;mH!sH!hhu@mH!sH!hh.6mH!sH!hh.mH!sH!hhEmH!sH!h PmmH!sH!zzzzzzzAzBzGzQzRzSzTzYzczdzezzzzzzzzzzzzzzzzzzz{3{4{ɿر좗Ɍر좄|ر좄qfhhu@mH!sH!hhu@mHsHhh&7hhq<hh&7\]hhq<\]hhq<6\mHsHhhu@6\mHsHhh&7]hh&76\mHsH&jhh&76U\mHsH&jhhq<6U\mHsH&4{I{U{V{n{o{{{{{{{{{ |:|;|d||||||||H}T}U}v}}}}}}}}}}}}}}~~!~Żŭ喖rhh 6\]mH!sH!hh.6\]hh.\]hh 6hh.6\]mH!sH!hh.\]mH!sH!hh 6\ hh hh.6]mH!sH!hh.mH!sH!hh 6mH!sH!hh.6 hh.,{{:|;|||T}U}}}6~7~~~89gh  5^5`gdE$5^5`a$gdE$5^5`a$gdE!~*~+~5~6~7~P~~~~~~ 89c ghȀɀ΀؀ـڀ)` )uһhhq<hhq<\]hhq<6\]!jhhq<6U\]hh.6\]hhu@mH!nH!sH!tH!hhu@6 hhu@hh.6\]mH!sH!hh.\]mH!sH!hh.\]2uւ؂89Gopvw|ÃpdZZdphh&7aJhh&7mH!sH! jhh&7UmH!sH!hhq<aJhhq<mH!sH! jhhq<UmH!sH!hh 6mH!sH!hh.6mH!sH!hh.mH!sH!hhE \]hhE 6\]mH!sH!hhE \]mH!sH!hh.\]mH!sH!op-.qrfgefÈĈu$57$8$H$^5`a$gdE$5^5`a$gdEÃ݃678djlӄ,-.34@Yqr}~!fgʺ~ufff~fhh.6\]mH!sH!hE\mH!sH!hEhE\mH!sH!hh.6\mH!sH!hh\mH!sH!hh.\mH!sH!hh.6\hh.\hhu@6 hhu@hhEWmH!sH!hhu@mH!sH!hh.mH!sH!hh.6]mH!sH!(grz$%,hȇ '()?@defqxÈ´sg[hh.\mH!sH!hh\mH!sH!hh.\]mH!sH!hh.6\]mH!sH! hh. hhhh\hh6]mH!sH!hh.6]mH!sH!hh.6]hh.\hEmH!sH!hh.6mH!sH!hh.mH!sH!hEhE\mH!sH!#ÈĈψՈֈ #$+,3ijtuvˉىۉ܉&BC\34Pa|pp|i_hh 6] hh.hh.6mH!sH!hh.mH!sH!hh.6\mH!sH!hr mH!sH!hh9mH!sH!hh9\mH!sH!hh.\mH!sH!hh 6\hh 6\mH!sH!hh.6\hr \mH!sH!hEhE\mH!sH!hh.\"uvۉ܉BC34$%ٌڌYZ,$5^5`a$gdE$5^5`a$gdEabjl|}͋΋ދߋ"$%7`ٌڌ %`ӵӭӢӢӭȏȄxxhh:96mH!sH!hh:9mH!sH!hh.6mH!sH! hh hh mH!sH!hh.6hho-mH!sH!hh.]hh.mH!sH! hh.hh.6]mH!sH!hh.6]hh 6]mH!sH!,#>@ŽώЎюպycXcyhhq<\]*hhq<6CJOJQJaJmH!sH!3jhhq<6CJOJQJUaJmH!sH!'hh.6CJOJQJaJmH!sH!$hh#CJOJQJaJmH!sH!$hh.CJOJQJaJmHsHhh.6hh.mH!sH! hh.hh.6\mH!sH!hhonmH!sH!юҎ׎XYZmˏ尡{kXXMB:hh.6hh.mHsHhhd%imH!sH!$hh.CJOJQJaJmH!sH!hh.6CJOJQJaJ$hhd%iCJOJQJaJmH!sH!$hh.CJOJQJaJmHsHhh.CJOJQJaJ'hh.6CJOJQJaJmH!sH!hh&7\]*hh&76CJOJQJaJmH!sH!3jhh&76CJOJQJUaJmH!sH!89bcWXuv$5^5`a$gdE5^5`gdE,-6789Zؐ -/Hiv+013׻}ooodhh;1mH!sH!hh.6]mH!sH!hh.]mH!sH!hhZjmH!sH!hh.6mH!sH!hhgmH!sH!h/Dhg]h hg]hgmH!sH!h/Dhg6]hghg6] h/Dhgh}mH!sH!hh.]hh.mH!sH! hh.'3:Bݒޒ !bcvȓޓߓ·ܘ}oe]eo}}}}hhq<hhq<6jhhq<6Uhh.6hhEWmH!sH!hhEW6 hhEWhhi]6\mH!sH!hhi]6\hhyqmH!sH!hhi]mH!sH! hhi]h.mH!sH!hh.mH!sH! hh.hh.\hh.6\$ߓ0VWXs1KLVhituקכvjc[O[cchh 6mH!sH!hh.6 hh.hhH\mH!sH!hh.\mH!sH!hh.6\mH!sH!hh.mH!sH!hhk6mH!sH!hjhk]mH sH hjhk56mH sH hk56mH!sH!hk56mH sH hkmH!sH!hjhkmH sH h.6mH!sH!hh.6mH!sH!uvϕ-.89:PZ[`klmns~¶¶}iZRZihh&7hh&76]mH!sH!&jhh&76U]mH!sH!hhq<hhq<6]mH!sH!&jhhq<6U]mH!sH!hh.6]mH!sH!hh.]mH!sH!hh.]hh.6]hh.6 hh.hhhR6\] hhhRhhhRmH!sH!9:&'56MNљabšÚ $5^5`a$gdEȖΖ$%&'34578:;HIJOPɗ456=㮦Ԏwnbh|+hg]mH!sH!h.]mH!sH!hh.]mH!sH!hh.6\]hh]mH!sH!hhr\mH!sH!hhr\hhr6\hh.]hhr]mH!sH!hhr] hhrhhr6hhrmH!sH! hh.hh.mH!sH!$=>EMSU\]ؘ'(<LMN]epxЙљ !"ƽƵƵƽƵƵƩwk`hhyqmH!sH!hh.6mH!sH!hh.6\mH!sH!hh.\hh.6\ hh.hh.mH!sH!hhg]mH!sH!hgmH!sH!hg5mH!sH!hhgmH!sH!hhg56mH!sH!hg56mH!sH!h|+hg]mH!sH!hg]mH!sH!!"(@abdiyšÚIěƛɛʛԛ՛ڛӽަrc[crhhq<hhq<6\mH!sH!&jhhq<6U\mH!sH!hhB6\mH!sH!hhyqmH!sH! hhBhhBmH!sH!hhi]6mHsHhhi]mHsHhh,* mH!sH!hhi]mH!sH!hh.mH!sH!hh.6mH!sH!hhd3mH!sH!BCDNWYÜǜȜɜ ǻ{pep^p{TH^p^^hh.\mH!sH!hh.6\ hh.hhnKmH!sH!hh.mH!sH!hhyqmH!sH!hh mH!sH! hhBhhBmH!sH!hh \mH!sH!hhyq\mH!sH!hhB\mH!sH!hhB6\mH!sH!hh&7hh&76\mH!sH!&jhh&76U\mH!sH! *+XYrʝ˝ѝҝߝqrst-ɻ⻭wk]]kV hhE hhX6hmH!sH!hhXhmH!sH!"hhX6OJQJhmH!sH!"hhE 6OJQJhmH!sH!"hh.6OJQJhmH!sH!hh.6OJQJhhh.\]mH!sH!hh.\]hh.6\]mH!sH!hh.6\]hh.6]hh.]!st_`MNܡݡ12.$5[$\$^5`a$gdE 5^5`gdE$5^5`a$gdE-9:?KLMoGH^_`wl^QlwFhh v/mH!sH!hh B*\phhh 6B*\phhh B*phhh B*mH!phsH!hh mH!sH!hhy6hh}mH!sH!hhymH!sH! hhyhh#d$mH!sH!hhE mH!sH! hhE hhq<hhq<6\jhhq<6U\hhE 6\`&8CEMN]^abghѡҡۡܡݡ012KvkkhhcmH!sH!hhmH!sH!hh 6mH!sH!hhmH!sH!hh.mH!sH!hh.6 hh.hh9f6\]mH!sH!hh9f\]mH!sH!hh.6\]hh5 \\]mH!sH!hh.\]mH!sH!hh.\]*KY-Nƣǣȣɣ#$)*/:;<Hdļμᱱᘐvvhh[\mH!sH!hh&7\nH!tH!hh&7jhh&7Uhh6mH!sH!hhmH!sH!hh.]hh.6]hh.mH!sH!hh.6 hh.hhcmH!sH!hhc6mH!sH!,ȣɣ#$~>?ʧ˧̧ͧΧϧЧڧۧdhgd&7;@&gdo$8^8`a$gd#d$$8^8`a$gdC0$5^5`a$gdE~Ħ>?Rɧʧ˧̧ͧΧϧЧڧۧڹ||tiaJ,hhx5B*PJmH!nH!phsH!tH!h*FEmH!sH!hZoh*FEmH!sH!hr mH!sH!hhR3\]mH!sH!hho-\]mH!sH!hh#d$\]mH!sH!hh.mH!sH!hh.6 hh.hh5 \\mH!sH!hh.6\mH!sH!hh.\mH!sH!hh[\mH!sH!hh[6\mH!sH!ҨӨԨWY[\]dekmo|gR::|/hhk56B*PJmH!nH!phsH!tH!)hng`h1B*PJmH!nH!phsH!tH!)hh1B*PJmH!nH!phsH!tH!/hh~B56B*PJmH!nH!phsH!tH!,hh~B5B*PJmH!nH!phsH!tH!)hng`hxB*PJmH!nH!phsH!tH!)hng`h~BB*PJmH!nH!phsH!tH!)hh~BB*PJmH!nH!phsH!tH!)hhxB*PJmH!nH!phsH!tH!ۧԨ\]o( (34@ dh7$8$H$gd0#+$dh7$8$H$a$gd0#+opĩƩ &r{̻tctccN9)hng`hcB*PJmH!nH!phsH!tH!)hng`h1B*PJmH!nH!phsH!tH! hhcPJmH!nH!sH!tH!#hhc6PJmH!nH!sH!tH!#hh0 6PJmH!nH!sH!tH!#hhk6PJmH!nH!sH!tH! hh0 PJmH!nH!sH!tH! hh1PJmH!nH!sH!tH!#hh~B6PJmH!nH!sH!tH! hh~BPJmH!nH!sH!tH! hhq=PJmH!nH!sH!tH!!&'(/0vw| F4D̵{v{fTT#hClB*PJmH!nH!phsH!tH!h]##hCl6mH!nH!sH!tH! hClhClmH!nH!sH!tH!"jhClUmH!nH!sH!tH!h]##hClmH!nH!sH!tH!hClmH!nH!sH!tH!,hClhCl5B*PJmH!nH!phsH!tH!hCl56mH!nH!sH!tH!"hClhCl56mH!nH!sH!tH!#h0 B*PJmH!nH!phsH!tH!̭ӻӑnYD/D)hng`h0#+B*PJmH!nH!phsH!tH!)hng`hcB*PJmH!nH!phsH!tH!)hhcB*PJmH!nH!phsH!tH!#h\B*PJmH!nH!phsH!tH!!hmYhmYB*PJnH!phtH!#hmYB*PJmH!nH!phsH!tH!/hhZ56B*PJmH!nH!phsH!tH!/hhc56B*PJmH!nH!phsH!tH!,hhc5B*PJmH!nH!phsH!tH!)hhClB*PJmH!nH!phsH!tH! &(CS023սzeeP;)ePe#h1B*PJmH!nH!phsH!tH!)hh1B*PJmH!nH!phsH!tH!)hng`h1B*PJmH!nH!phsH!tH!)hh1B*PJmH!nH!phsH!tH!,hhj@6B*PJmH!nH!phsH!tH!)hhj@B*PJmH!nH!phsH!tH!,hh15B*PJmH!nH!phsH!tH!/hh156B*PJmH!nH!phsH!tH!)hng`hcB*PJmH!nH!phsH!tH!)hng`hB*PJmH!nH!phsH!tH!34@LXðŰCӾ{iUi@i)h\h\B*PJmH!nH!phsH!tH!&h\6B*PJmH!nH!phsH!tH!#h\B*PJmH!nH!phsH!tH!,hhK85B*PJmH!nH!phsH!tH!)hng`h1B*PJmH!nH!phsH!tH!,hh16B*PJmH!nH!phsH!tH!)hh1B*PJmH!nH!phsH!tH!,hh15B*PJmH!nH!phsH!tH!)hh~BB*PJmH!nH!phsH!tH!ŰQRShӳԳ_`q$5\] dh7$8$H$gd0#+ dh7$8$H$gd0#+$dh7$8$H$a$gd0#+CDL|NQRShϳmVA)hhcB*PJmH!nH!phsH!tH!,hhc5B*PJmH!nH!phsH!tH!)hhClB*PJmH!nH!phsH!tH!#h\B*PJmH!nH!phsH!tH!)hng`hj@B*PJmH!nH!phsH!tH!,hhj@6B*PJmH!nH!phsH!tH!)hhj@B*PJmH!nH!phsH!tH!)hh1B*PJmH!nH!phsH!tH!)hhK8B*PJmH!nH!phsH!tH!ϳгҳӳԳ[\^_`hopjUFF7hhn(56]mH!sH!hh56]mH!sH!)hh0#+B*PJmH!nH!phsH!tH!)hng`hK8B*PJmH!nH!phsH!tH!)hhK8B*PJmH!nH!phsH!tH!)hhK8B*PJmH!nH!phsH!tH!,hhK85B*PJmH!nH!phsH!tH!)hhcB*PJmH!nH!phsH!tH!)hng`hcB*PJmH!nH!phsH!tH!)hhcB*PJmH!nH!phsH!tH! pq !"$35XY[\]hȼ۰ۙmXCmm+/hhK856B*PJmH!nH!phsH!tH!)hng`hK8B*PJmH!nH!phsH!tH!)hhK8B*PJmH!nH!phsH!tH!)hhK8B*PJmH!nH!phsH!tH!,hhK85B*PJmH!nH!phsH!tH!,hhn(5B*PJmH!nH!phsH!tH!hhn(]mH!sH!hh6mH!sH!hh6hhmH!sH!hh]mH!sH!/hh56B*PJmH!nH!phsH!tH!hi| hлБzcNN<<#hB*PJmH!nH!phsH!tH!)hh!B*PJmH!nH!phsH!tH!,hh!5B*PJmH!nH!phsH!tH!,hhk6B*PJmH!nH!phsH!tH!)hhK8B*PJmH!nH!phsH!tH!)hng`hK8B*PJmH!nH!phsH!tH!)hhK8B*PJmH!nH!phsH!tH!,hhK85B*PJmH!nH!phsH!tH!/hhK856B*PJmH!nH!phsH!tH!h hiklmƯppXG hhxPJmH!nH!sH!tH!/hhx5B*PJ\mH!nH!phsH!tH!)hng`hK8B*PJmH!nH!phsH!tH!)hhK8B*PJmH!nH!phsH!tH!)hhK8B*PJmH!nH!phsH!tH!,hhK85B*PJmH!nH!phsH!tH!)hh!B*PJmH!nH!phsH!tH!#hB*PJmH!nH!phsH!tH!#hCB*PJmH!nH!phsH!tH! lmιJKUWXf $dha$gd0#+dhgd0#+$dh7$8$H$a$gd0#+ dh7$8$H$gd0#+hιABIJKUhNOVWXIJs^F՝F՝/hhx5B*PJ\mH!nH!phsH!tH!)hhmYB*PJmH!nH!phsH!tH!)hng`hmYB*PJmH!nH!phsH!tH!)hng`h0#+B*PJmH!nH!phsH!tH!)hng`h~BB*PJmH!nH!phsH!tH!#hCB*PJmH!nH!phsH!tH! hChCPJmH!nH!sH!tH!)hh~BB*PJmH!nH!phsH!tH!)hhxB*PJmH!nH!phsH!tH!Xdfhh<K̷{iTC5&hhPT6\]mH!sH!hhPT\]mH!sH! hhPT56\]mH!sH!)hhClB*PJmH!nH!phsH!tH!#hClB*PJmH!nH!phsH!tH!#hxB*PJmH!nH!phsH!tH!)hng`h~BB*PJmH!nH!phsH!tH!)hh~BB*PJmH!nH!phsH!tH!)hhxB*PJmH!nH!phsH!tH!/hhx5B*PJ\mH!nH!phsH!tH!5hhx56B*PJ\]mH!nH!phsH!tH!Khܽݽ:;@JKLhh򪞒umaUaMhmH!sH!hrh5mH!sH!hrh]95mH!sH!h]9mH!sH!hhRBmH!sH! hhq=hhq=mH!sH!hhq<5mH!sH!hhn(5mH!sH!hPTB*mH!phsH!hhPT6\]mH!sH!hhPT\hhPT\]mH!sH!&jhhPTU\]mH!sH!hhPT\]mH!sH!, untuk menunjuk suatu dimensi kelenyapan, keheningan non-konseptual pengalaman pra-reflektif yang tampak di apapun tindakan ekspresi otentik.      PAGE \* MERGEFORMAT 180  PAGE \* MERGEFORMAT 282 hxhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh̾̾պhukhkCjhoUmHnHuhb;mHnHuhojhoUhBjhBUhmH!sH!hrmH!sH!U"hhhhhhhhhhhhhhhhh(($a$%%$a$gdn: $dha$gd0#+5 01h:p(. A!"#$% 5 01h:p(. A!"#$% 5 01h:p(. A!"#$% Fx666666666vvvvvvvvv6666>666666666666666666666666666666666666666h866666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666662 0@P`p2( 0@P`p 0@P`p 0@P`p 0@P`p 0@P`p 0@P`p8XV~ 0@ 0@ 0@ 0@ 0@ 0@ 0@ 0@ 0@ 0@ 0@ 0@ 0@ 0@66666 OJPJQJ_HmH!nH!sH!tH!L`L 6%Normal$CJOJPJQJ_HaJmH sH tH VV n:Judul 1$<@&5CJ KH OJQJ\^JaJ LL n:Judul 2$$ & F dh@&a$5aJRR n:Judul 3$<@&5CJOJQJ\^JaJFF n:Judul 4$<@&5CJ\aJJJ n:Judul 5 <@&56CJ\]aJ66 n:Judul 7 <@&BA B Font Paragraf DefaultRiR 0 Tabel Normal4 l4a :k : 0Tidak Ada Daftar X/X n: Judul 1 KAR*5CJ KH OJPJQJ\^JaJ mH sH N/N n: Judul 2 KAR5CJOJPJQJmH sH tH T/T n: Judul 3 KAR&5CJOJPJQJ\^JaJmH sH T/!T n: Judul 4 KAR&5CJOJPJQJ\^JaJmH sH Z/1Z n: Judul 5 KAR,56CJOJPJQJ\]^JaJmH sH N/AN n: Judul 7 KAR CJOJPJQJ^JaJmH sH <B@R< $HTeks Isix mHsHtHT/aT $H Teks Isi KAR$CJOJPJQJ^JaJmHsHtH@C@r@ $HInden Teks Isi x^\/\ $HInden Teks Isi KAR CJOJPJQJ^JaJmH sH >> A$H Daftar Paragraf^:P: n: Teks Isi 2 dxT/T n:Teks Isi 2 KAR CJOJPJQJ^JaJmH sH 6U 6 n:0 Hyperlink >*B*phFF n:Teks Catatan KakiCJaJb/b n:Teks Catatan Kaki KAR CJOJPJQJ^JaJmH sH H& H n:Referensi Catatan KakiH*0X 0 n:0 Penekanan6]RSR "n:Inden Teks Isi 3!dx`Xa$aJ`/!` !n:Inden Teks Isi 3 KAR CJOJPJQJ^JaJmH sH NR2N $n:Inden Teks Isi 2#dh`a$aJ`/A` #n:Inden Teks Isi 2 KAR CJOJPJQJ^JaJmH sH 4@R4 &n:0Header %!L/aL %n:0 Header KAR CJOJPJQJ^JaJmH sH 2)q2 n: Nomor Halaman4 @4 )n:0Footer (!L/L (n:0 Footer KAR CJOJPJQJ^JaJmH sH 6>6 +n:Judul*a$ 5CJaJN/N *n: Judul KAR#5CJOJPJQJ^JaJmH sH DZ@D -n:0 Teks Biasa,CJOJQJ^JaJT/T ,n:0Teks Biasa KAR CJOJPJQJ^JaJmH sH L^@L n: Normal (Web).dd[$\$ B*ph n:%Style Justified Line spacing: Double/da$PJmH!nHsH!tHDD 1n: Teks Balon0CJOJQJ^JaJT/T 0n:Teks Balon KAR CJOJPJQJ^JaJmH sH D' !D n:Referensi KomentarCJaJ>2> 4n: Teks Komentar3CJaJZ/AZ 3n:Teks Komentar KAR CJOJPJQJ^JaJmH sH L+RL 6n:Teks Catatan Akhir5a$CJaJd/ad 5n:Teks Catatan Akhir KAR CJOJPJQJ^JaJmH sH J* qJ n:Referensi Catatan AkhirH*@j12@ 9h0Subjek Komentar85\d/d 8h0Subjek Komentar KAR&5CJOJPJQJ\^JaJmH sH jj Z Kisi Tabel7:V:0:6O6 =+=BAB;$da$5aJNON ?~SUBBAB<$d@&a$5\]mH!sH!tH!L/L ;+=BAB Char#5CJOJPJQJaJmH sH tH NN BG:=SUBSUB>hd@&^h` 5mH!sH!L/L <~ SUBBAB Char5CJOJPJQJ\]aJPP 4pTOC 1 @  Sdh^S` mHnHu^/^ += Daftar Paragraf KAR CJOJPJQJaJmH sH tH R/!R >G:= SUBSUB Char#5CJOJPJQJaJmH sH tH JJ ]zpTOC 2C 7 ^mHnHsH!u:: pTOC 3D  ^< < q<0Indeks 1E^`PK![Content_Types].xmlN0EH-J@%ǎǢ|ș$زULTB l,3;rØJB+$G]7O٭Vr&XzODi>XT2s[5uOl$ DZfE.}Q{H.SuFX!Ni}:l$dҹ3m6i(J\C@"I|;D݃Pݏ }q6x֤Tz2_̊ތvY)vgt4{StF{>w0hIJyA~Ye>cUX`O77yr+d{8`+ 4MwE8É < B8r(@+*`^u-]fab+Y]YLvUŮ|MMM# ud9c47=iVNfUqat2ʇduchϘPړ3>>3 8?LBTe&pGZL~Ad QCe_) D:^anhrYlU Y8T]xz6sJ*$l2>9H}X+kzïV@<Sw3?WӊhPxzSq]<4.in6 m^TqU_o.)S cq]_bn)h6FBf?Cc޹ Pt_'$\6ajptlGIs7Xͭ % ic#Nc<ۍe2|+OJMݽpt ?DbzYpD|;('" SvͯQ:qDeL)\򜎾m`ek& P4UMrXYu/R3fQ3;Y3-W VsCN3+|S<- ysTKZ1EM1^N*ggv/j)F֯.-`ZR[Z47?l1$6tS*v%|IEPK! ѐ'theme/theme/_rels/themeManager.xml.relsM 0wooӺ&݈Э5 6?$Q ,.aic21h:qm@RN;d`o7gK(M&$R(.1r'JЊT8V"AȻHu}|$b{P8g/]QAsم(#L[PK-![Content_Types].xmlPK-!֧6 0_rels/.relsPK-!kytheme/theme/themeManager.xmlPK-!1Xktheme/theme/theme1.xmlPK-! ѐ' theme/theme/_rels/themeManager.xml.relsPK] P6n67n6nn ,,,,LLLLLLLLLLLLLO&?++29>E)LWY[^M`abcVfDhi&kln#prAtuwz4{!~uÃgÈaю3ߓu=" -`Ko3CϳphXKh`bcdefhijklnopqstuvwyz{|~]8'X`hn u{uۧhagmrx} $(,DHO!!T # @H 0(  0(  B S  ? _Toc391244537 _Toc391244541 _Toc391244542P(%P )/056;<DFLMSKKKLL L LLL L!L*L+L3L4L;LUHUPUYUZUfUgUiUjUtUvU}UUUUUUUUUUUUUUUUUV!V"V$V%V/V1V7V8V?VIVMVOVXVgVpVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVWWWWWW"W)W3W7W9WCWDWIWLWZWbWpWtWWWWWWWWWWWWWWWWWWWWWWXX2X9X:X?X@XLXXXXX6Y@YDYJYPYTYUYXYYYgYiYsYtYyYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYZ Z ZZ9Z=ZAZHZYZ\Z]ZdZrZZZZZZZZZZ[[[[[[ [*[,[4[5[7[8[;[<[F[G[I[J[Q[Y[c[d[f[k[o[p[u[{[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[[#\6\8\K\L\O\P\c\g\m\n\v\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\]!]&],]/]0]5]6]9];]B]J]T]U]Z][]d]e]n]p]t]u]{]]]]]]^ ^^$^*^+^3^?^E^^^^^^^^^^^^^^^__&_)_8_@_w_|____________`` ```#`&`+`/`W`_`g`p`q`}`~``````````La[a\adanaxaya~aaaaaaaaaaaaaaaaaabbbbbb b!b(b)b+b,b0b1b4b5b=b>b@bAbEbFbPbRbVbYb`bqbxbybbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbccccc*c4c6cAcDcLcXc`cacecfcocpcxcyc|c}ccccccccccccccccccccccccddddd*d+d1d2d4d5d:dBdLdMdOdTdXdYd^d`dfdodsddddddddddddddd#e,e.e1e2e;eCeMeNeSemereeeeeeeeeeffffffff#f$f'f(f,f.f4f5f?f@fEfGfMffffffffffffggg-g;gCgLgMgYgZg\g]gggigpgvgggggg2hhEhhhhhhhhhhii i iii#i,i/i4i8iiiiiiijjjjj$j'j,jjjjjjjjjkkkk"k,k@kFkJkSkUk[kkkkkkkkkkkkkkkkklll#l'l.lMlVlXl[lnltlul~lllllllllllllllllllllnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn o ooo,o.o7o:oCoKo[oooooooop ppppp p#p+pppppppppppppppqq q,q-q7q8qGqxq~qqqqqqqqqqqqqqqqq$r&r[rbrvrrrrrrrrrrrrrrrrrr]sfshsmsussssssssssssssssssss tt5t6ttttt45A^a~( /$7''6)7))1<4JKOPP%P'PPPPPvQxQ:R^_4578:;=>@A333333333333333PP5A^a~PP578:;=>@A^a~" np: < T#%D.3&Ѿ+ڻBT6kxNw (JwHZf8"h<{;}vpD}od݀8{_zN'@# |+ &jW&W W r 6$ p& & 8 O~   J , em t I {R g  M K DQ `  dtO` (1J9PR Tjnora%T|C07 q B~_q}34r?/0KZoV,b, ?VY1VNy9fDj8+ XW c{ !Z!=f!o!v!{!ul"p"]## $AV$#d$%"%6%+Y%;&l&K0&>&S&jz&'''<(A(n() *P*8*NI*+0#+&-Q-6t.=z.a|.//,/^@/R/T_/ v/.}/0H'0C01)12 2X2]23d3R3{!4*444h4m4p4t45\5v56)6j6#o6&77h77=7m7n72p7q7D8u8rV8[19:9:9 E9]9d9k9k9mx9lE:(;\;b;5Q<q<= =+=G:=[>=@=q=H>#L>)h>?)?W? @:Y@j@u@< AA"A|A4B,B;BRB~B4C?DDD_D*FE{\E+wEG2\GjGcvG$H WHmHI8yJpYmYmYIZ$Z`ZuZ?[.[y[5 \0\7\\]]H]zi]{]^]^__m_z_ng`.a4a@aKaPc8Xdqd%eJZe8ce$Of5g&ngFh4hv=hid%i.ip4iEiPZiWgihiNjZjk k)k12k9kYk\kukClq*lDlm Pmum}mzn o'owoQ{oJ.psEpqljqr0rsQs9t2tQthwt8um=uSOu9 v1v6vh;vCv7VvE_v~v !w xgxxt5xfxByOyz' z>zIz]z {{?`{|4*|-|w.|7|~| ^}e}~@~t~z~:=8> ?y.5 ?a /v:P WJ -FRZlu's3e!rU;HZc}V\TQW[^ !N|K+nQ:x[&a]<_hdCz\kl.3 #oDs q"w'*91yr5jv  z /64FVm~zC[OXv7]Pg37G{4[SuICV(/&}UY/%)A.U__ =aUX}.;1\' ;FsJUgK I*WmUs%B,pHnz0 oEUvE j1@B }Bzo}|#krSX:H"#AY]m;79OPT;a ]6<2#^'^) Ntysap&D-o-grn0Wzei[x#\s$y,R2v~&013bN|g0 <OLg.x#-FGhsZ{+ZK&;GBpT h\z8pp{ T ;)A,/Bo$!(+./Wex6cll* `m#/]!+!!/rv+eHs9[e/3HXepn:ZqDIeB-Oz5`GU`4$6Qy[zkF^XZV^c*rV*!4HIP09`uh1;KTc!joXxE( B__qklBkC_ ~ShR!f60Pyq501O_1uHO(_}STaShEz*/xClLgsP$%:Con6J>NfdA;i]`Lo,?kHc&MYV257@PPPP4QR@Z@@Unknown G.[x Times New Roman5^Symbol3. *Cx Arial7.*{$ Calibri?= *Cx Courier New;(SimSun[SO5. .[`)TahomaC.,*{$ Calibri Light;^MWingdingsA$BCambria Math"1 h;';'&gXݛ]LXݛ]Lx20ضض JqHP $P$H2! xxG YARIFMicrosoft Office User"                           ! Oh+'0|   , 8 D P\dlt'YARIF Normal.dotmMicrosoft Office User2Microsoft Office Word@0@At@@Xݛ ՜.+,0 px  '<L]ض  Title  !"#$%&'()*+,-./0123456789:;<=>?@ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ[\]^_`abcdefghijklmnopqrstuvwxyz{|}~      %&)Root Entry F(1TableEWordDocument nSummaryInformation(DocumentSummaryInformation8MsoDataStore  nAQL44E0BTCT==2 GItem PropertiesUCompObj q   FDokumen Microsoft Word 97-2003 MSWordDocWord.Document.89q